Jumat, 16 Juni 2017

Penanganan Masalah Tanah Masam

Pada prinsipnya ada tiga kelompok cara penanganan masalah tanah masam yang berhubungan dengan pengelolaan kesuburan tanah dan pengendalian gulma di tingkat masyarakat, yaitu cara kimia, cara fisik-mekanik dan cara biologi.
Masing-masing cara memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga dalam praktek ketiga cara tersebut seringkali diterapkan secara bersama-sama.

Cara kimia

Cara kimia merupakan salah satu upaya pemecahan masalah kesuburan tanah dengan menggunakan bahan-bahan kimia buatan. Beberapa upaya yang sudah dikenal adalah pengapuran, pemupukan, dan penyemprotan herbisida.

Pengapuran

Pengapuran merupakan upaya pemberian bahan kapur ke dalam tanah masam dengan tujuan untuk:
a) Menaikkan pH tanah.
    Nilai pH tanah dinaikkan sampai pada tingkat mana Al tidak bersifat racun lagi bagi 
    tanaman dan unsur hara tersedia dalam kondisi yang seimbang di dalam tanah. 
    Peningkatan pH tanah yang terjadi sebagai akibat dari pemberian kapur, 
    tidak dapat bertahan lama, karena tanah mempunyai sistem penyangga, yang 
    menyebabkan pH akan kembali ke nilai semula setelah beberapa waktu berselang.
b) Meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK)
    KTK meningkat sebagai akibat dari peningkatan pH tanah. Namun peningkatan KTK ini 
    juga bersifat tidak tetap, karena sistem penyangga pH tanah tersebut di atas.
c) Menetralisir Al yang meracuni tanaman. Karena unsur Ca bersifat tidak mudah bergerak, 
    maka kapur harus dibenamkan sampai mencapai kedalaman lapisan tanah yang 
    mempunyai konsentrasi Al tinggi. 

Hal ini agak sulit dilakukan di lapangan, karena dibutuhkan tenaga dalam jumlah banyak dan menimbulkan masalah baru yaitu pemadatan tanah. 
Alternatif lain adalah menambahkan dolomit (Ca, Mg(CO3)2) yang lebih mudah bergerak, sehingga mampu mencapai lapisan tanah bawah dan menetralkan Al. 
Pemberian kapur seperti ini memerlukan pertimbangan yang seksama mengingat pemberian Ca dan Mg akan mengganggu keseimbangan unsur hara yang lain.

Tanaman dapat tumbuh baik, jika terdapat nisbah Ca/Mg/K yang tepat di dalam tanah. Penambahan Ca atau Mg seringkali malah mengakibatkan tanaman menunjukkan gejala kekurangan K, walaupun jumlah K sebenarnya sudah cukup di dalam tanah. Masalah ini menjadi semakin sulit dipecahkan, jika pada awalnya sudah terjadi kahat unsur K pada tanah tersebut.

Pemupukan: penambahan unsur hara

Pemupukan merupakan jalan termudah dan tercepat dalam menangani masalah kahat 
hara, namun bila kurang memperhatikan kaidah-kaidah pemupukan, pupuk yang 
diberikan juga akan hilang percuma. 

Pada saat ini sudah diketahui secara luas bahwa tanah-tanah pertanian di Indonesia terutama tanah masam kahat unsur nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K). Oleh karena itu petani biasanya memberikan pupuk N, P, K secara sendiri-sendiri atau kombinasi dari ketiganya. Pupuk N mudah teroksidasi, sehingga cepat menguap atau tercuci  sebelum tanaman menyerap seluruhnya. 

Pupuk P diperlukan dalam jumlah banyak karena selain untuk memenuhi kebutuhan tanaman juga untuk menutup kompleks pertukaran mineral tanah agar selalu dapat tersedia dalam larutan tanah.

Pemupukan K atau unsur hara lain dalam bentuk kation, akan banyak yang hilang kalau diberikan sekaligus, karena tanah masam hanya mempunyai daya ikat kation yang sangat terbatas (nilai KTK tanah-tanah masam umumnya sangat rendah). Unsur hara yang diberikan dalam bentuk kation mudah sekali tercuci.

Supaya tujuan yang ingin dicapai melalui pemupukan dapat berhasil dengan baik, maka harus diperhatikan hal-hal berikut:

a).  Waktu pemberian pupuk
Waktu pemberian pupuk harus diperhitungkan supaya pada saat pupuk diberikan bertepatan dengan saat tanaman membutuhkannya, yang dikenal dengan istilah sinkronisasi .
Hal ini dimaksudkan agar tidak banyak unsur hara yang hilang tercuci oleh aliran air, mengingat intensitas dan curah hujan di kawasan ini sangat tinggi.
Waktu pemberian pupuk yang tepat bervariasi untuk berbagai jenis pupuk dan jenis tanamannya.
Pemupukan N untuk tanaman semusim sebaiknya diberikan paling tidak dua kali, yaitu pada saat tanam dan pada saat pertumbuhan maksimum (sekitar 1-2 bulan setelah tanam). Sementara pupuk P dan K bisa diberikan sekali saja yaitu pada saat tanam.

b). Penempatan Pupuk
Penempatan pupuk harus diusahakan berada dalam daerah aktivitas akar, agar pupuk dapat diserap oleh akar tanaman secara efektif. Kesesuaian letak pupuk dengan posisi akar tanaman disebut dengan istilah sinlokalisasi. 

c). Dosis pupuk
Jumlah pupuk yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan tanaman, supaya pupuk yang diberikan tidak banyak yang hilang percuma sehingga dapat menekan biaya produksi serta menghindari terjadinya polusi dan keracunan bagi tanaman.

Walaupun pemupukan merupakan cara yang mudah dan cepat untuk mengatasi permasalahan kahat (defisiensi) hara, namun terdapat beberapa kelemahan dari cara ini yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan program pemupukan.
Beberapa kelemahan dari pengelolaan tanah secara kimia adalah:
Pemupukan membutuhkan biaya tinggi karena harga pupuk mahal
Penggunaan pupuk tidak dapat menyelesaikan masalah kerusakan fisik dan biologi tanah, bahkan cenderung mengasamkan tanah.

Pemupukan yang tidak tepat dan berlebihan menyebabkan pencemaran lingkungan

C.  Penyemprotan herbisida
Tumbuhan pengganggu atau gulma yang tumbuh dalam lahan yang ditanami menyebabkan kerugian karena mengambil unsur hara dan air yang
seharusnya dapat digunakan oleh tanaman. Oleh karena itu keberadaan dan pertumbuhan gulma harus ditekan.

Cara kimia juga dipergunakan untuk menekan pertumbuhan gulma yang banyak ditemukan pada tanah masam seperti alang-alang, yakni dengan memakai herbisida. Pemakaian herbisida harus dilakukan secara tepat baik dalam hal jumlah (dosis), waktu dan penempatannya, demikian pula harus disesuaikan antara macam herbisida dengan gulma yang akan diberantas.
Penggunaan herbisida yang berlebihan dapat menyebabkan bahaya keracunan pada si pemakai dan pada produk pertanian yang dihasilkan serta pencemaran lingkungan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar